Agape Kasih

View Original

Bab 9: Tuhan Kebenaran Kita/E.J. Waggoner

Bab 9
Tuhan Kebenaran Kita

Oleh: E. J. Waggoner
Terjemahan: Yolanda Kalalo-Lawton
www.agapekasih.org

Pertanyaan; bagaimana mendapatkan kebenaran yang diperlukan untuk memasuki kota itu? Jawabnya adalah dalam pekerjaan besar dari Kabar Baik atau Injil itu. Pertama-tama, marilah kita memahami pelajaran praktis tentang pembenaran atau penanaman atau pemberian akan kebenaran itu. Fakta akan dapat membantu kita untuk lebih mengerti teori ini. Perumpamaan yang baik ditulis dalam Lukas 18:9-14 dalam kalimat berikut: “Dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini: "Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai. Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan."


Perumpamaan ini diberikan untuk menunjukkan bagaimana kita tidak bisa menapatkan kebenaran itu sendiri, juga menunjukkan bagaimana seharusnya kita mendapatkan kebenaran itu. Orang-orang Farisipun tidak terkecuali. Banyak yang berharap untuk memperoleh kebenaran melalui perbuatan baik mereka. Mereka percaya pada diri mereka sendiri bahwa mereka benar. Mereka tidak selalu terang-terangan berbangga akan kebaikan mereka, tapi dengan cara lain, mereka menunjukkan bahwa mereka percaya pada kebenaran mereka sendiri. Barangkali roh orang-orang Farisi – yaitu roh yang condong memperingatkan Allah bahwa perbuatan baik merekalah yang menyebabkan mereka dapat difavoritkan – sering terdapat di antara mereka yang mengaku sebagai orang-orang Kristen, yang paling sering merasa tertunduk dalam hal dosa-dosa mereka. Mereka tahu bahwa mereka telah berdosa, dan mereka merasa terkutuk. Mereka berkabung akan situasi dosa mereka dan menyesali kelemehan mereka. Kesaksian-kesaksian mereka tidak pernah naik melampaui tingkat situasi ini. Mereka sering menghindarkan diri untuk berbicara dalam perkumpulan-perkumpulan sosial, dan sering mereka tidak berani menghampiri Allah dalam doa. Setelah berbuat dosa yang lebih besar dari semula, mereka menghindari berdoa untuk waktu yang lama, sampai bayangan jelas dari kegagalan mereka telah berlalu atau sampai mereka membayangkan bahwa mereka telah menebus kesalahannya dengan melakukan perbuatan baik tertentu. Darimanakah asal manifestasi ini? Dari roh kemunafikan yang suka pamer kebenaran sendiri di depan wajah Allah, dan tidak merasa perlu datang pada-Nya kalau mereka tidak bersandar pada penyanggah palsu imajinasi dari kebaikannya sendiri?

 

Mereka mau agar mereka bisa berkata kepada Tuhan, “Lihatlah bagaimana baiknya kelakuan saya beberapa hari belakangan ini; Engkau pasti akan menerima saya.” Tapi apa hasilnya? Dia yang percaya pada kebenarannya sendiri tidak akan mendapat apapun, sementara dia yang berdoa dengan hati yang penuh penyesalan, “Ya Allah, kasihanilah aku, seorang berdosa ini,” pulang ke rumahnya sebagai seorang yang benar. Kristus berkata bahwa dia pulang ke rumahnya sebagai seorang yang dibenarkan; yang berarti, dia dijadikan benar.

 

Perhatikan bahwa pemungut cukai itu melakukan sesuatu yang lebih dari hanya meratapi keadaannya yang berdosa; dia memohon belas kasih. Apakah belas kasih itu? Belas kasih adalah pemberian kepada mereka yang sama sekali tidak layak diberi. Yaitu sifat yang memperlakukan seseorang lebih baik daripada apa yang patut diterimanya. Inspirasi berkata tentang Allah, “Tetapi setinggi langit di atas bumi, demikian besarnya kasih setia-Nya atas orang-orang yang takut akan Dia.” Mazmur 103:11. Ukuran dimana Allah memperlakukan kita lebih baik daripada yang layak kita terima jika kita dengan rendah hati datang pada-Nya, adalah jarak antara bumi dan langit yang tertinggi. Dalam hal apakah Dia memperlakukan kita lebih baik daripada yang layak kita diperlakukan? Dengan membuang dosa-dosa kita jauh dari kita. Ayat berikut berkata, “Sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita pelanggaran kita.” Ayat ini selaras dengan perkataan dari murid yang kekasih, “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.” 1 Yohanes 1:9.

 

Untuk kalimat selanjutnya tentang belas kasih Allah, dan bagaimana hal itu diwujudkan, baca Mikha 7:18,19. “Siapakah Allah seperti Engkau yang mengampuni dosa, dan yang memaafkan pelanggaran dari sisa-sisa milik-Nya sendiri; yang tidak bertahan dalam murka-Nya untuk seterusnya, melainkan berkenan kepada kasih setia? Biarlah Ia kembali menyayangi kita, menghapuskan kesalahan-kesalahan kita dan melemparkan segala dosa kita ke dalam tubir-tubir laut.” Marilah kita membaca langsung kalimat Kitab Suci tentang bagaimana kebenaran itu dianugerahkan.

 

Rasul Paulus, setelah membuktikan bahwa semua telah berdosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, sebab tidak seorangpun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah oleh karena melakukan hukum Taurat, selanjutnya berkata, “Dan oleh kasih karunia telah dibenarkan (dijadikan benar) dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus. Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah-Nya. Hal ini dibuat-Nya untuk menunjukkan keadilan-Nya, karena Ia telah membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaran-Nya. Maksud-Nya ialah untuk menunjukkan keadilan-Nya pada masa ini, supaya nyata, bahwa Ia benar dan juga membenarkan orang yang percaya kepada Yesus.” Roma 3:24-26.

 

“Dibenarkan dengan cuma-cuma.” Bagaimana mungkin? Sebab upaya terbaik dari menusia berdosa tidak ada pengaruh sedikitpun dalam menghasilkan kebenaran, maka tentu saja cara satu-satunya agar kebenaran itu dapat datang padanya, adalah dengan cara pemberian. Jadi kebenaran itu adalah suatu pemberian, yang jelas dicatat oleh Paulus dalam Roma 5:17: “Sebab, jika oleh dosa satu orang, maut telah berkuasa oleh satu orang itu, maka lebih benar lagi mereka, yang telah menerima kelimpahan kasih karunia dan anugerah kebenaran, akan hidup dan berkuasa oleh karena satu orang itu, yaitu Yesus Kristus.”

 

Kristus telah ditetapkan oleh Allah sebagai Satu-Satunya melalui siapa pengampunan dosa-dosa itu dapat diperoleh; dan pengampunan ini hanya terdapat dalam pernyataan kebenaran-Nya (yaitu kebenaran Allah). Allah, “Yang kaya dan penuh belas kasihan” (Efesus 2:4) dan Yang senang dalam hal-hal itu, memberikan kebenaran-Nya Sendiri kepada orang berdosa yang percaya di dalam Yesus, sebagai pengganti dosa-dosanya. Tentu saja hal ini adalah pertukaran yang sangat menguntungkan bagi orang berdosa, tapi bukan sesuatu yang merugikan bagi Allah, sebab Dia adalah Allah yang tak terbatas dalam kekudusan, dan persediaan-Nya tidak akan pernah berkurang.

 

Ayat yang kita baru saja renungkan (Roma 3:24-26) adalah kalimat lain dari ayat 20-22, setelah pernyataan bahwa tidak seorangpun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah oleh karena melakukan hukum Taurat. Rasul Paulus menambahkan, “Tetapi sekarang, tanpa hukum Taurat kebenaran Allah telah dinyatakan, seperti yang disaksikan dalam Kitab Taurat dan Kitab-kitab para nabi, yaitu kebenaran Allah karena iman dalam Yesus Kristus bagi semua orang yang percaya. Sebab tidak ada perbedaan.” Allah menempatkan kebenaran-Nya ke atas orang percaya. Dia menutupnya dengan kebenaran tersebut, agar dosanya tidak lagi tampak. Selanjutnya dia yang diampuni itu dapat berseru dengan nabi: “Aku bersukaria di dalam TUHAN, jiwaku bersorak-sorai di dalam Allahku, sebab Ia mengenakan pakaian keselamatan kepadaku dan menyelubungi aku dengan jubah kebenaran, seperti pengantin laki-laki yang mengenakan perhiasan kepala dan seperti pengantin perempuan yang memakai perhiasannya.” Yesaya 61:10.

 

Tetapi, bagaimana dengan “kebenaran Allah tanpa hukum taurat”? Bagaimana hal itu sesuai dengan kalimat yang berkata bahwa hukum taurat itu adalah kebenaran Allah, dan di luar tuntutan-tuntutan hukum tersebut, tidak ada kebenaran? Tidak ada hal yang bertentangan dalam hal ini. Hukum taurat tidak dilalaikan dalam proses ini. Perhatikan sebaik-baiknya: Siapa yang memberi hukum itu? Kristus! Bagaimana Dia menyatakannya? “Sebagai seorang yang memiliki otoritas,” bahkan sebagai Allah. Hukum taurat berasal dar Dia yang sama dengan Bapa, hanya sebagai kesaksian atau lambang dari kebenaran karakter-Nya. Dengan demikian, kebenaran yang datang oleh iman pada Yesus Kristus adalah sama dengan kebenaran yang dilambangkan dalam hukum taurat, dan dibuktikan selanjutnya oleh fakta bahwa hal ini “disaksikan oleh hukum taurat itu.”

 

Para pembaca, cobalah gambarkan situasi berikut ini: Di sini berdiri hukum taurat sebagai saksi langsung sebagai lawan orang berdosa. Hukum itu tidak dapat dirubah, dan tidak akan menyatakan bahwa orang berdosa itu dapat menjadi seorang yang benar. Orang berdosa yang bersalah itu mencoba berulang kali untuk mendapatkan kebenaran melalui hukum taurat, tapi hukum taurat tersebut tetap menolak segala upayanya. Hukum taurat tidak dapat disogok oleh banyaknya jumlah pengakuan dosa atau perbuatan baik yang terlihat. Tapi di samping hukum itu, berdiri Kristus, “penuh rahmat” dan juga penuh kebenaran, memanggil orang berdosa datang pada-Nya. Orang berdosa itu yang akhirnya merasa letih karena perjuangan sia-sianya untuk mendapatkan kebenaran dari melakukan hukum taurat, mendengar suara Kristus dan lari menuju kea rah lengan-Nya yang terbuka itu. Bersembunyi di dalam Kristus, dia ditutupi dengan kebenaran Kristus. Kemudian lihatlah, melalui iman dalam Kristus, dia mendapatkan sesuatu yang selama ini dengan sia-sia telah dia perjuangkan. Dia memiliki kebenaran yang dituntut oleh hukum taurat, yaitu kebenaran yang murni, sebab dia mendapatkannya dari Sumber Kebenaran itu sendiri, dari tempat yang sama dimana hukum taurat itu datang. Dan hukum taurat yang menyaksikan kemurnian kebenaran tersebut, menyatakan bahwa selama orang tersebut menyimpan kebenaran yang sama, maka hukum taurat itu akan hadir di pengadilan dan membelanya terhadap semua penuduh. Hukum taurat akan tesebut akan menyaksikan fakta bahwa dia adalah seorang yang benar. Dengan kebenaran “melalui iman Kristus, kebenaran yang berasal dari Allah melalui iman” (Filipi 3:9), Paulus memastikan bahwa dia dijamin akan berdiri pada hari Kristus.

 

Dalam hal ini, tidak ada alasan untuk mencari-cari kesalahan. Allah itu adil dan pada saat yang sama, Dia adalah Pemberi kebenaran kepada mereka yang percaya dalam Yesus. Dalam Yesus diam seluruh kepenuhan Ke-Allahan. Dia sederajat dengan Bapa dalam sifat. Alhasil, penebusan yang terdapat di dalam Dia – yaitu kemampuan untuk membeli kembali manusia yang hilang – adalah kemampuan yang tak terbatas. Pemberontakan manusia kepada Anak, sama saja dengan pemberontakan kepada Bapa, sebab keduanya adalah satu. Sebab itu, ketika Kristus “memberi Diri-Nya untuk dosa-dosa kita,” Sang Raja juga menderita oleh karena pemberontakan warga-Nya — Dia yang terluka, melupakan dan mengabaikan pelanggaran dari si pemberontak. Tak ada orang yang selalu ragu-ragu yang akan menyangkal bahwa setiap orang punya hak juga punya hak istimewa untuk memaafkan pelanggaran apa saja yang dilakukan terhadap dirinya. Jadi, mengapa mengecam ketika Allah menggunakan hak yang sama? Jika Dia mau mengampuni orang yang melukai-Nya, tentu saja Dia berhak melakukannya. Lebih dari itu, Dia tetap mempertahankan keutuhan Hukum-Nya dengan cara menyerahkan diri-Nya Sendiri pada ganjaran yang seharusnya diterima oleh orang berdosa. “Tetapi yang tidak bersalah menderita untuk yang bersalah.” Hal itu benar, tetapi Sang Penderita yang tidak bersalah itu “memberi Diri-Nya Sendiri” dengan sukarela, agar Dia, dengan berlaku adil atas pemerintahan-Nya, dan melakukan apa yang didorong oleh kasih-Nya, yaitu, menjalani luka yang dilakukan pada Diri-Nya sendiri sebagai Penguasa alam semesta.

 

Sekarang, bacalah kata-kata Allah sendiri tentang nama-Nya – kalimat yang diucapkan saat menghadapi salah satu kasus penghinaan terburuk yang pernah ditunjukkan pada-Nya: “Turunlah TUHAN dalam awan, lalu berdiri di sana dekat Musa serta menyerukan nama TUHAN. Berjalanlah TUHAN lewat dari depannya dan berseru: "TUHAN, TUHAN, Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya, yang meneguhkan kasih setia-Nya kepada beribu-ribu orang, yang mengampuni kesalahan, pelanggaran dan dosa; tetapi tidaklah sekali-kali membebaskan orang yang bersalah dari hukuman.” Keluaran 34:5-7.

 

Itulah nama Allah. Itulah karakter dimana Dia menyatakan Diri-Nya kepada manusia, penjelasan bagaimana Dia ingin manusia untuk menghormati-Nya. Apa maksudnya pernyataan bahwa Dia “tidaklah sekali-kali membebaskan orang yang bersalah dari hukuman.”? Sesungguhnya ini selaras dengan sifat-Nya yang panjang sabar, berlimpah kasih, mengampuni kesalahan dan pelanggaran dari orang-orang berdosa. Adalah benar bahwa Allah sama sekali tidak akan membebaskan orang yang bersalah. Dia tidak dapat berhenti melakukannya dan tetap disebut sebagai Allah yang adil. Tetapi, Dia melakukan sesuati yang jauh lebih baik, yaitu Dia menghapus kesalahan, agar seorang yang tadinya besalah tidak harus dibebaskan – dia dibenarkan dan dihitung sebagai seorang yang seolah-olah tidak pernah berdosa.

 

Jangan segera mengecam ungkapan “mengenakan kebenaran,” seakan-akan ungkapan ini adalah kemunafikan. Beberapa dari mereka yang sama sekali tidak menghargai nilai hadiah kebenaran, mengatakan bahwa mereka tidak menginginkan kebenaran yang “dikenakan,” mereka hanya menginginkan kebenaran yang datang dari kehidupan it. Dengan demikian, mereka merendahkan kebenaran Allah, dalam iman Yesus Kristus kepada semua orang yang percaya. Kami setuju dengan ide mereka selama ide itu adalah suatu protes terhadap kemunafikan, yaitu  suatu bentuk ke-Ilahian tanpa kuasa. Tetapi kami mengingatkan pembaca bahwa: perbedaan besarnya dalam hal ini adalah, siapa yang memberikan kebenaran itu untuk dikenakan. Jika kita coba mengenakan pakaian kebenaran itu sendiri, kita tidak akan memakai apa-apa kecuali pakaian kotor menjijikkan, tidak peduli bagaimana indahnya pakaian itu terlihat oleh mata kita. Tetapi jika Kristus yang mengenakan pakaian itu pada kita, jangan kita abaikan ataupun tolak. Camkan ungkapan Yesaya: “Dia telah menutupi aku dengan jubah kebenaran.” Kebenaran yang Kristus gunakan untuk menutupi kita adalah kebenaran yang sesuai dengan kehendak Allah, dan jika Allah puas dengan kebenaran itu, seharusnya manusia tidak akan tetap berusaha mendapatkan kebenaran yang lebih dari yang baik tersebut.

 

Kami akan coba menggambarkan lebih jelas lagi, untuk menyelesaikan masalah ini. Zakharia 3:1-5 menyediakan solusinya, tertulis sebagai berikut: “Kemudian ia memperlihatkan kepadaku imam besar Yosua berdiri di hadapan Malaikat TUHAN sedang Iblis berdiri di sebelah kanannya untuk mendakwa dia. Lalu berkatalah Malaikat TUHAN kepada Iblis itu: "TUHAN kiranya menghardik engkau, hai Iblis! TUHAN, yang memilih Yerusalem, kiranya menghardik engkau! Bukankah dia ini puntung yang telah ditarik dari api?" Adapun Yosua mengenakan pakaian yang kotor, waktu dia berdiri di hadapan Malaikat itu, yang memberikan perintah kepada orang-orang yang melayaninya: "Tanggalkanlah pakaian yang kotor itu dari padanya." Dan kepada Yosua ia berkata: "Lihat, dengan ini aku telah menjauhkan kesalahanmu dari padamu! Aku akan mengenakan kepadamu pakaian pesta." Kemudian ia berkata: "Taruhlah serban tahir pada kepalanya!" Maka mereka menaruh serban tahir pada kepalanya dan mengenakan pakaian kepadanya, sedang Malaikat TUHAN berdiri di situ.”

 

Perhatikan situasi di atas, dikatakan bahwa, menanggalkan pakaian kotor berarti menyebabkan dijauhkannya kesalahan dari seseorang. Jadi, ketika Kristus menutup kita dengan jubah kebenaran-Nya sendiri, Dia tidak memberi suatu jubah untuk berbuat dosa, tetapi sebaliknya, untuk menjauhkan dosa. Hal ini menunjukkan bahwa pengampunan dosa adalah sesuatu yang lebih dari hanya sekedar bentuk, dan lebih dari hanya sekedar mencatat sesuatu yang baik di dalam buku surga, tapi lebih merujuk pada hasilnya yaitu dosa sudah dibatalkan. Pengampunan dosa adalah realitas; sesuatu yang nyata, sesuatu yang sangat penting mempengaruhi seorang individu. Sesuatu yang sungguh-sungguh membebaskan seseorang dari kesalahan, dan orang itu mengalami perubahan drastis.

 

Orang itu benar-benar menjadi seorang yang lain, sebab dia sudah menerima pembebasan dosa-dosa di dalam Kristus. Hal ini hanya dapat dipenuhi dengan mengenakan Kristus, sebab “Siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru.” 2 Korintus 5:17. Jadi, pengampunan dosa yang penuh dan cuma-cuma menghasilkan perubahan yang menakjubkan dan ajaib yang disebut kelahiran kembali, sebab seseorang tidak dapat menjadi ciptaan yang baru kecuali melalui kelahiran kembali. Hal ini sama dengan memiliki suatu hati yang baru dan bersih.

 

Hati yang baru adalah hati yang mencintai kebenaran dan membenci dosa. Adalah hati yang mau dituntun kepada jalur kebenaran. Hati yang sama yang Tuhan inginkan dimiliki oleh bangsa Israel ketika Dia berkata, “Kiranya hati mereka selalu begitu, yakni takut akan Daku dan berpegang pada segala perintah-Ku, supaya baik keadaan mereka dan anak-anak mereka untuk selama-lamanya!” Ulangan 5:29. Kesimpulannya adalah, hati kita bebas dari cinta dosa dan rasa bersalah yang diakibatkan oleh dosa. Apa yang membuat seseorang sungguh-sungguh rindu akan pengampunan dosa? Kebenciannya akan dosa-dosa itu, dan keinginan untuk berdosa telah dibakar hangus oleh Roh Kudus.

 

Roh itu berjuang bersama-sama dengan semua manusia. Dia datang sebagai penasihat. Jika nasihat suara-Nya diindahkan, maka Dia akan segera bertugas sebagai penolong. Roh kepatuhan dan penyerahan sama yang menuntun seseorang menerima nasihat Roh itu, akan menuntunnya juga dalam mengikuti ajaran-ajaran Roh itu. Paulus berkata, “Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah.” Roma 8:14.

 

Sekali lagi, apakah yang membawa pembenaran atau pengampunan dosa? Jawabnya adalah iman. Paulus berkata, “Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus.” Roma 5:1. Kebenaran Allah diberikan dan dipakaikan ke atas seorang yang percaya. Roma 3:22. Demonstrasi iman yang sama inilah yang membuat seorang menjadi anak Allah, sebab Paulus berkata, “Sebab kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus.” Galatia 3:26.

 

Fakta bahwa setiap orang yang dosa-dosanya diampuni, langsung menjadi anak Alla seperti yang ditunjukkan Paulus dalam suratnya kepada Titus. Mulanya, beliau menunjukkan keadaan yang jahat dimana kita berada. Selanjutnya Paulus meneruskan (Titus 3:4-7): “Tetapi ketika nyata kemurahan Allah, Juruselamat kita, dan kasih-Nya kepada manusia, pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus, yang sudah dilimpahkan-Nya kepada kita oleh Yesus Kristus, Juruselamat kita, supaya kita, sebagai orang yang dibenarkan oleh kasih karunia-Nya, berhak menerima hidup yang kekal, sesuai dengan pengharapan kita.”

 

Perhatikan bahwa; sebab kita dibenarkan oleh rahmat-Nya, kita dijadikan pewaris-pewaris Allah. Kita sudah pelajari dalam Roma 3:24,25 bahwa pembenaran oleh kasih karunia-Nya adalah melalui iman kita dalam Kristus, dan Galatia 3:26 mengatakan pada kita bahwa iman dalam Kristus Yesus menjadikan kita anak-anak Allah. Oleh sebab itu, kita mengerti bahwa siapa saja yang telah dibenarkan oleh kasih karunia Allah berarti sudah diampuni—menjadi anak dan pewaris Allah.

 

Ini menunjukkan bahwa tak ada landasan bagi ide yang mengajarkan bahwa seseorang itu harus melalui semacam masa percobaan dan mencapai tingkat kesucian tertentu sebelum Allah menerimanya sebagai anak-Nya. Dia menerima kita sebagaimana kita ada. Dia mengasihi kita bukan karena kebaikan kita, tetapi karena kebutuhan kita. Dia menerima kita bukan demi sesuatu yang Dia lihat dalam kita tapi demi Diri-Nya sendiri dan demi apa yang diketahui-Nya bahwa kuasa Ilahi-Nya sanggup merubah kita. Hanya ketika kita menyadari hebatnya ketinggian dan kekudusan Allah dan fakta bahwa Dia datang pada kita dalam kondisi dosa terhina kita untuk mengadopsi kita ke dalam keluarga-Nya, maka kita dapat menghargai dalamnya makna seruan Yohanes, “Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah. Karena itu dunia tidak mengenal kita, sebab dunia tidak mengenal Dia.” 1 Yohanes 3:1. Mereka yang telah dianugerahkan kehormatan berharga ini akan membersihkan dirinya, sama seperti Dia yang adalah murni.

 

Allah tidak mengadopsi kita sebagai anak-anak-Nya karena kita berbuat baik atau layak, dan menyebabkan Dia mau menjadikan kita baik, tetapi seperti kata Paulus, “Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada kita, telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita--oleh kasih karunia kamu diselamatkan-- dan di dalam Kristus Yesus Ia telah membangkitkan kita juga dan memberikan tempat bersama-sama dengan Dia di sorga, supaya pada masa yang akan datang Ia menunjukkan kepada kita kekayaan kasih karunia-Nya yang melimpah-limpah sesuai dengan kebaikan-Nya terhadap kita dalam Kristus Yesus.” Efesus 2:4-7. Paulus menambahkan, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.” Ayat 8-10. Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa Allah mengasihi kita ketika kita masih sebagai orang yang mati di dalam dosa-dosa kita. Dia memberikan Roh-Nya untuk memberi kita hidup dalam Kristus, dan Roh yang sama menandakan pegadopsian kita ke dalam keluarga Ilahi. Dia mengadopsi kita sebagai ciptaan-ciptaan yang baru di dalam Kristus, dimana kita dapat melakukan perbuatan-perbuatan baik yang telah diperintahkan Allah.

Terjemahan oleh: Yolanda Kalalo-Lawton

www.agapekasih.org