Agape Kasih

View Original

Bab 2: Pandangan Alkitabiah Tentang Allah

Seri Pelajaran
Buku: God’s Love on Trial (Kasih Allah Sedang Diadili)

 

Bab 2
PANDANGAN ALKITABIAH TENTANG ALLAH

Oleh: Lynnford Beachy-presenttruth.info 
Terjemahan Bebas: Yolanda Kalalo-Lawton-agapekasih.org


Allah menciptakan umat manusia dengan keinginan alamiah untuk melakukan ibadah. Ke bagian dunia mana saja anda pergi, bahkan ke tempat dari suku yang terpencil di Afrikapun, kamu akan dapati bahwa mereka suka melakukan ibadah. Ibadah adalah sesuatu yang berkaitan dengan kepercayaan bahwa ada Seorang Allah yang mengisi suatu tempat kosong dalam hidup seorang manusia.

Banyak dari mereka yang memiliki keinginan untuk menyembah, telah menciptakan bagi diri mereka ilah-ilah dari kayu atau batu. Yang lain menciptakan ilah-ilah mistik sesuai dengan imajinasi-imajinasi mereke sendiri. Setiap agama didasarkan atas suatu konsep tentang Allah. Sayangnya, banyak golongan agama itu berdiri di atas konsep ilah yang palsu, dan bahkan ada yang berdasarkan pada konsep yang salah tentang Allah yang benar.

Satu hal yang pasti bahwa, seluruh hidup dan karakter kita, terbentuk dari tipe makhluk yang kita gambarkan sebagai Allah yang kita sembah. (Lihat 2 Korintus 3:18). Orang-orang yang menyembah allah yang kejam, biasanya akan menjadi kasar dan kejam. Jadi, wawasan seseorang tentang Allahnya berpengaruh langsung kepada baik tidaknya karakter seseorang itu, dan akhirnya akan menentukan apakah orang itu akan beroleh hidup kekal atau binasa dalam api nereka.

Perbedaan yang terbesar dan terpenting antara Kekristenan dan Kekafiran terletak pada siapa Allah yang mereka sembah. Agar seseorang dapat disebut Kristen, pertama-tama dia harus memiliki pengertian tentang Allah yang benar.

Ada banyak orang yang berpikir bahwa semua umat Kristen memiliki ide yang sama tentang Allah. Namun demikian, sangat mengherankan didapati bahwa dalam Kekristenan, ada banyak ide yang berbeda-beda tentang Allah.  Ide-ide yang saling berbeda ini secara dramatis berbeda antara satu dengan yang lain. Bagaimana kita dapat mengetahui mana ide yang benar? Teman-teman, kita sangat berterima kasih bahwa Allah tidak membiarkan kita untuk mengira-ngira saja dalam hal yang penting ini. Dia telah memberi kita Firman-Nya untuk dipelajari, agar kita tahu apa kebenaran itu. Untuk itu, kita akan meneliti Alkitab kita dan melihat sendiri apa yang telah dinyatakan Allah tentang Diri-Nya.

Dalam Yohanes pasal 4, kita membaca suatu peristiwa tentang Yesus dan perempuan Samaria di sumur Yakub. Dalam percakapan mereka, Yesus mengatakan kalimat yang kita perlu pikirkan. Dia berkata padanya, “Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal.” (Yohanes 4:22). Dapat dibayangkan bagaimana terkejutnya perempuan itu mendengar perkataan Yesus. Dapat dilihat di sini bahwa bangsa Samaria bukanlah bangsa yang kafir. Mereka mengaku menyembah Allah yang sama dengan yang disembah oleh bangsa Yahudi. Tetapi Yesus berkata pada perempuan itu bahwa dia tidak tahu apa yang disembah-nya.

Rasul Paulus memberikan kesaksian yang sama kepada orang-orang di Atena ketika dia berkata, “Sebab ketika aku berjalan-jalan di kotamu dan melihat-lihat barang-barang pujaanmu, aku menjumpai juga sebuah mezbah dengan tulisan: Kepada Allah yang tidak dikenal. Apa yang kamu sembah tanpa mengenalnya itulah yang kuberitakan kepada kamu.” (Kisah 17:23). Apakah Paulus mengucapkan selamat kepada orang-orang di Atena karena mereka menyembah allah yang tidak dikenal? Apakah Yesus memuji perempuan di sumur itu karena dia menyembah sesuatu yang tidak dikenal-nya? Tentu saja tidak! Cara penyembahan itu tidak berguna dan tidak menyenangkan Allah. Dalam Yeremia 9:23-24, Allah berkata kepada Yeremia, “Janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya, janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya, janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya, tetapi siapa yang mau bermegah, baiklah bermegah karena yang berikut: bahwa ia memahami dan mengenal Aku, bahwa Akulah TUHAN yang menunjukkan kasih setia, keadilan dan kebenaran di bumi; sungguh, semuanya itu Kusukai, demikianlah firman TUHAN."

Allah inginkan kita untuk mengasihi-Nya karena kita mengetahui bagaimana Dia sebenarnya. Dia inginkan kita untuk mengerti Siapa Diri-Nya dan karakter-Nya agar apabila kita menyembah-Nya, kita mengenali Siapa yang kita sedang sembah. Ketika kita menyembah sesuatu yang tidak kita kenal atau tdak kita mengerti, maka kita sebenarnya sedang tidak menyembah Allah yang benar. Orang-orang yang mendirikan altar “untuk allah yang tidak dikenal” itu sudah pasti tidak sedang menyembah Allah yang benar. Penyembahan mereka ditujukan kepada seorang lain, yang pastinya bukan kepada Allah di surga. Alkitab mengatakan pada kita bahwa ketika kita menyembah ilah-ilah palsu atau berhala, kita sebetulnya sedang menyembah Setan.

Dalam 1 Korintus 10:20, Paulus menulis, “Bukan! Apa yang kumaksudkan ialah, bahwa persembahan mereka adalah persembahan kepada roh-roh jahat, bukan kepada Allah. Dan aku tidak mau, bahwa kamu bersekutu dengan roh-roh jahat.” Dan dalam Ulangan 32:16-17, kita membaca, “Mereka membangkitkan cemburu-Nya dengan allah asing, mereka menimbulkan sakit hati-Nya dengan dewa kekejian, mereka mempersembahkan korban kepada roh-roh jahat yang bukan Allah, kepada allah yang tidak mereka kenal, allah baru yang belum lama muncul, yang kepadanya nenek moyangmu tidak gentar.” Jadi kita dapat lihat di sini, Alkitab mengajarkan bahwa jika kita menyembah berhala-berhala atau ilah-ilah yang kita tidak kenal, maka kita sebenarnya sedang menyambah setan-setan.

Teman-teman, ini adalah sesuatu yang serius! Sebaiknya kita memastikan bahwa kita mengetahui siapa yang kita sembah, sebab jika tidak, kita pasti sedang menyembah Setan. Setan selalu bekerja di dunia ini untuk menipu umat manusia dalam penyembahan kepada ilah yang palsu. Dia selalu mencari cara untuk menyembunyikan dari pandangan kita, gambaran yang benar tentang Allah surga itu dan kasih-Nya kepada kita. Jika kita menyembah seorang allah yang tidak kita kenal, walau berhala-berhala itu tidak nyata terlihat oleh mata, hal itu tetap berarti bahwa kita menyembah Setan dan menjadi pelayan-pelayan Baal.

Allah Alkitab

Marilah kita membuka Alkitab kita dan melihat apa yang diajarkan di dalamnya tentang Allah. Dalam Yesaya 44:6, Allah berkata: “Beginilah firman TUHAN, Raja dan Penebus Israel, TUHAN semesta alam: "Akulah yang terdahulu dan Akulah yang terkemudian; tidak ada Allah selain dari pada-Ku.” Ini adalah bahasa yang tepat sekali untuk menyatakan bahwa Dia Sendirilah yang Berfirman, dan bukan orang lain. Semua kata ganti yang digunakan adalah kata ganti tunggal, yang menyatakan bahwa hanya ada satu pribadi yang sedang berbicara. Siapakah pribadi itu?

Paulus menjelaskannya dalam surat pertama kepada jemaat Korintus. Tulisnya: “Tentang hal makan daging persembahan berhala kita tahu: "tidak ada berhala di dunia dan tidak ada Allah lain dari pada Allah yang esa."” (1 Korintus 8:4). Sebagai penjelasan yang pasti tentang siapa yang dimaksudkan-nya, Paulus melanjutkan dalam ayat 6, “Namun bagi kita hanya ada satu Allah saja, yaitu Bapa, yang dari pada-Nya berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup, dan satu Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus, yang oleh-Nya segala sesuatu telah dijadikan dan yang karena Dia kita hidup.” Paulus mengerti bahwa satu Allah Alkitab itu adalah Allah Bapa, dan tidak ada yang lain.

Yesus juga memiliki pengertian yang sama. Setelah Yesus berkata, “Jawab Yesus: "Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa,” ahli Taurat itu berkata padanya, “Lalu kata ahli Taurat itu kepada Yesus: "Tepat sekali, Guru, benar kata-Mu itu, bahwa Dia esa, dan bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia.” (Markus 12:29, 32). Siapakah Allah yang esa yang dimaksud oleh ahli Taurat itu? Apakah dia mengacu pada Yesus sebagai Allah yang esa? Tentu saja tidak! Dia mengacu kepada Allah Bapa, dan Yesus menyetujuinya.

Pada kesempatan yang lain, saat Yesus sedang berbincang dengan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi, Dia berkata, “Jawab Yesus: "Jikalau Aku memuliakan diri-Ku sendiri, maka kemuliaan-Ku itu sedikitpun tidak ada artinya. Bapa-Kulah yang memuliakan Aku, tentang siapa kamu berkata: Dia adalah Allah kami” (Yohanes 8:54), Yesus tahu bahwa saat para ahli Taurat dan orang-orang Farisi berkata “Allah,” mereka mengacu kepada Bapa-Nya. Saat ahli Taurat berkata, “Hanya ada satu Allah; dan tidak ada Allah lain kecuali Dia.” (Yohanes 8:54), Yesus tahu bahwa dia sedang megacu kepada Bapa-Nya.

Apakah Yesus mengoreksi ahli Taurat itu dengan berkata, “Kamu salah.  Sebetulnya, Akulah Allah Alkitab yang Esa itu?” Tentu saja tidak! Sebaliknya, karena jawaban-nya yang baik, Yesus membenarkan-nya dengan seruan: “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.” (Yohanes 17:3), “Allah Yang Mahatinggi.” (Markus 5:7), “Penguasa satu-satunya” (1 Timotius 6:15), “satu Allah dan Bapa dari semua.” (Efesus 4:6), dan banyak kali disebutkan bahwa “Tidak ada Allah lain kecuali Dia.” (Markus 12:32; lihat juga Yesaya 44:6; 1 Korintus 8:4; dll). Alkitab sangat jelas bahwa “Satu Allah” Alkitab itu adalah “Allah Bapa.” (1 Korintus 8:6).


Dalam Alkitab, Bapa mengumumkan bahwa Dialah Allah satu-satunya, dan tidak ada allah lain kecuali Dia. Yesus mengajarkan kebenaran yang sama, namun, dalam Perjanjian Baru, kita dapati bahwa Kristus juga disebut Allah (Ibrani 1:8). Bagaimana mungkin? Kata “allah” memiliki beberapa arti di dalam Alkitab. Dalam arti sempit, umat manusia disebut allah-allah. Baik kata Gerika “theos” dan kata Ibrani “Elohim,” yang sering diterjemahkan sebagai “allah,” juga digunakan untuk mengacu kepada manusia (Lihat Keluaran 7:1; Mazmur 82:6; Yohanes 10:34). Jika kata “allah” digunakan sehubungan dengan maksud tersebut, maka itu berarti ada ratusan dan ribuan alllah di bumi.

Dalam arti yang lebih luas, para malaikat juga disebut allah-allah. Daud menulis, “Namun Engkau telah membuatnya sedikit lebih rendah dari malaikat-malaikat (elohim)” (Mazmur 8:5 – diterjemahkan dari KJV). Kata “malaikat-malaikat” dalam ayat ini berasal dari kata Ibrani “elohim”. Penggunaan kata “elohim” di sini menunjukkan tipe makhluk yang lebih tinggi dari makhluk manusia, tetapi masih digunakan dalam waktu yang sedikit terbatas, dan dengan definisi ini, masih berarti bahwa ada banyak allah.

Sehubungan dengan Kristus, kata “allah” digunakan dalam bentuk yang jauh lebih sempit, yaitu untuk menunjukkan hakikat alamiah-Nya yang sama dengan makhluk Bapa-Nya—gelar yang tidak dapat digunakan untuk merujuk kepada makhluk lain di alam semesta. Alkitab berkata bahwa Kristus adalah “dalam rupa Allah” (Filipi 2:6). Namun, walau kata “allah” digunakan untuk Kristus, kata itu digunakan dalam arti yang sangat sempit, sebab Kristus memiliki seorang Allah yang adalah “kepala dari Kristus,” “di atas segala sesuatu,” dan “lebih besar dari-Nya” (1 Korintus 11:3); Efesus 4:6, dan Yohanes 13:28). Saat kata “allah” digunakan dalam arti mutlak dan tanpa batas, hanya ada satu Pribadi kepada siapa kata ini mengacu, dan Dia adalah Allah Bapa saja. Yesus berkata bahwa Bapa-Nya adalah “satu-satunya Allah yang benar” (Yohanes 17:3). Paulus berkata, “tidak ada Allah lain dari pada Allah yang Esa….Allah Bapa.” (1 Korintus 8:4,6). Dari 1354 kali kata “allah” digunakan dalam Perjanjian Baru (dalam terjemahan KJV), lebih dari 99% kali kata ini mengacu khususnya kepada Allah Bapa, dan hanya 4 kali mengacu kepada Anak-Nya (Yohanes 1:1, Yohanes 20:28; Ibrani 1:8; 1 Timotius 3:16).

Untuk lebih jelasnya, kata “allah” berarti banyak allah ketika kata itu digunakan dalam arti yang sempit, termasuk untuk manusia dan malaikat-malaikat. Tapi saat kata “allah” digunakan sebagai kata sifat untuk menggambarkan sifat alamiah atau hakikat Allah, seperti yang terdapat dalam bagian terakhir Yohanes 1:1, maka hanya ada dua makhluk Ilahi, yaitu Allah Bapa dan Yesus Kristus-Anak-Nya yang tunggal. Anak Allah adalah benar-benar Ilahi dalam hakikat sebab Bapa-Nya adalah Ilahi. Sama seperti saya adalah benar-benar manusia sebab orang tua saya adalah manusia. Saat kata “allah” digunakan dalam bentuk mutlak untuk menunjukkan “Penguasa alam semesta,” atau “Allah yang benar,” maka kata itu berarti: hanya ada satu Allah; yaitu Allah Bapa, dan selain Dia, tidak ada allah yang lain.

Kasih Allah

Tidak saja kita harus mengetahui identitas Allah untuk menyembah-Nya “dalam roh dan kebenaran” (Yohanes 4:24), kita juga harus mengetahui karakter kasih-Nya. Dalam ayat Alkitab yang populer, Yesus berkata, “Karena Allah sangat mengasihi dunia ini, sehingga dikaruniakan-Nya Anak lahir-Nya yang tunggal, agar siapa saja yang percaya kepada-Nya tidak akan binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yohanes 3:16 - KJV). Ketika Yesus berkata bahwa Allah “sangat mengasihi dunia ini,” Dia mengatakan bahwa, “Begitu besarnya kasih Allah kepadamu, Dia sangat mengasihimu, hingga Dia melakukan sesuatu bagimu—yaitu menunjukkan kasih-Nya bagimu dengan menyerahkan milik-Nya yang paling berharga, yaitu Anak lahir-Nya yang tunggal.”

Jika Allah benar-benar mengasihi dunia ini dan Dia memberikan kita seekor kambing, anda dan saya pasti akan mempertanyakan bobot karakter dari kasih Allah itu. Seekor kambing adalah pemberian yang hampir tidak berarti bagi Allah untuk diserahkan kepada kita, sebab itu adalah sesuatu yang diciptakan-Nya. Jika Allah sangat mengasihi bumi dan Dia menyerahkan seorang malaikat, itu adalah pemberian yang lebih baik, tetapi pemberian itu masih tidak terlalu berarti untuk menunjukkan betapa besarnya kasih-Nya bagi kita. Dapat dilihat bahwa, pengertian kita tentang kasih Allah tergantung atas harga pemberian-Nya yang dia harus relakan bagi kita. Semakin berharga nilai pemberian-Nya, semakin tinggi nilai kasih-Nya bagi kita yang dapat kita saksikan.

Allah memberikan Anak lahir-Nya yang tunggal bagi kita. Dia memiliki anak-anak yang lain, tetapi Dia hanya memiliki satu-satunya Anak yang dilahirkan. Kita dapat menjadi “anak-anak Allah” melalui adopsi (Roma 8:14-15), malaikat-malaikat adalah “anak-anak Allah” melalui ciptaan (Ayub 1:6; 2:1), tetapi Yesus Kristus adalah satu-satunya Anak yang lahir dari Allah. Hal yang membedakan Yesus Kristus dari semua makhluk lain di alam semesta, dimana kita dapat mengerti kasih Allah bagi kita, adalah fakta bahwa Dia dilahirkan. Hal ini menempatkan-Nya pada posisi yang sedekat mungkin dengan Bapa.

Dari pengalaman pribadi-Nya, Allah tahu apa milik yang paling berharga yang dimiliki seseorang. Dia tahu bahwa tidak ada sesuatu lain yang lebih berharga bagi seseorang daripada anak yang dikasihi-nya. Di sini letak pastinya dimana Allah menguji kasih dan kesetiaan Abraham ketika Dia meminta Abraham untuk mengorbankan anak-nya Ishak. Kemauan Abraham untuk mematuhi perintah Allah, membuktikan betapa besar kasih-nya kepada Allah. Kebenaran yang sama inilah yang Allah ingin tunjukkan kepada kita. Ketika Dia menyerahkan anak lahir-Nya yang tunggal, tindakan itu membuktikan bahwa Dia tidak segan-segan menyerahkan semua milik-Nya, berapapun besarnya derita, dan berapapun besarnya kesukaran yang harus diitanggung-Nya demi menyelamatkan mereka yang dikasihi-Nya. Inilah yang dimaksud Paulus ketika dia berkata, “Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?” (Roma 8:32).


Allah sungguh mengasihi kita, namun kasih ini hanya dapat dipahami dengan mengerti bahwa Allah telah memberikan Anak lahir-Nya yang tunggal itu. Sangat penting bagi kita untuk memahami kasih Allah yang Dia tunjukkan melalui pemberian Anak-Nya sendiri, sebab itulah kunci yang dapat memampukan kita mengalahkan dunia, mengangkat persepsi kita tentang kasih Allah, dan memungkinkan kita mengasihi-Nya kembali dengan segenap hati. Yohanes mengekspresikan hal ini seperti berikut: “Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita.” (1 Yohanes 4:19).

Anak Tunggal yang Lahir dari Allah

Apa maksud Yesus saat Dia berkata bahwa Dia dilahirkan? Yesus, berbicara tentang Diri-Nya berkata, “Sebelum air samudera raya ada, aku telah lahir, sebelum ada sumber-sumber yang sarat dengan air. Sebelum gunung-gunung tertanam dan lebih dahulu dari pada bukit-bukit aku telah lahir…..aku ada serta-Nya sebagai anak kesayangan, setiap hari aku menjadi kesenangan-Nya, dan senantiasa bermain-main di hadapan-Nya.” (Amsal 8:24,24,30).

Sesuai dengan Alkitab, Yesus Kristus dilahirkan, yang secara harafiah berarti diperanakkan, sebelum segala sesuatu diciptakan—jauh sebelum Allah mengirim-Nya ke dunia ini (Lihat Ibrani 1:1-9); Kolose 1:15; Yohanes 3:16, 17; 18:37 dan 1 Yohanes 4:9). Bagaimana cara Dia dilahirkan, tidaklah penting bagi kita untuk mengetahuinya dengan pasti, tetapi Allah mau agar kita menyadari bahwa Dia dan Anak-Nya memiliki hubungan murni yang sangat erat sebagaimana hubungan Bapa-Anak yang sesungguhnya dan bukan hanya suatu permainan peran atau hubungan yang pura-pura.

Teman-teman, Allah adalah benar dalam perkataan-Nya. Dia berfirman bahwa Dia telah memberikan Anak lahir-Nya yang tunggal. Jika Yesus Kristus bukan anak lahir Allah sebelum Allah mengirim-Nya ke dunia, maka apakah yang diserahkan oleh Bapa? Banyak umat Kristen yang tekun percaya bahwa Yesus Kristus adalah sederajat atau sama umur dengan Bapa. Jika ini benar, maka apa yang diserahkan oleh Bapa, tidak lebih dari hanya sekedar seorang teman, seorang kawan! Jika ini benar, maka Kristus seorang sajalah yang mengasihi kita, sebab Dialah yang rela mati bagi kita.

Adalah benar bahwa Yesus Kristus sangat mengasihi kita, dan kita memuji dan berterima kasih pada-Nya untuk kasih itu, namun, Alkitab mengajarkan bahwa Allah Bapa juga sangat menderita ketika Anak-Nya menderita karena beban dosa-dosa kita (Bandingkan Mazmur 18:4-11 dengan Matius 27:45-51). Dalam cerita Abraham dan Ishak, adalah nyata bahwa sang bapa, Abraham, lebih menderita daripada Ishak. Yesus berkata, “Bapa Sendiri mengasihi kamu” (Yohanes 16:27). Yohanes menulis, “Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah. Karena itu dunia tidak mengenal kita, sebab dunia tidak mengenal Dia.” (1 Yohanes 3:1). Kita tidak dapat melihat kasih Bapa jika kita tidak tahu apa yang Dia serahkan bagi kita. “Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya.” (1 Yohanes 4:9). Allah memiliki seorang Anak satu-satunya yang dilahirkan-Nya, yang dengan rela Dia serahkan agar anda dapat diampuni dari dosa-dosa anda dan hidup selama-lamanya. Puji Tuhan akan kasih yang begitu indah itu!

Banyak orang berpikir bahwa Allah tidak mungkin memiliki seorang Anak, tetapi Yesus berkata, “Bagi manusia hal itu tidak mungkin, tetapi bukan demikian bagi Allah. Sebab segala sesuatu adalah mungkin bagi Allah.” (Markus 10:27). Alkitab menyebut Kristus sebagai Anak Allah paling tidak sebanyak 120 kali. Alkitab menggunakan frase “Anak Allah” sebanyak 47 kali. Ayat-ayat yang menyatakan murninya keputeraan Kristus sebagai “Satu-satunya yang dilahirkan,” ada sebanyak 5 kali, “anak sulung” 3 kali, “anak pertama” 1 kali, dan “Anak Kudus” Allah sebanyak 2 kali. 4 ayat berkata bahwa Dia “dilahirkan” sebelum penjelmaan-Nya. 4 ayat mengatakan bahwa Dia “berasal dari,” “keluar dari” atau “datang dari” Bapa. Bukti-bukti dari kelahiran-Nya ini sangat banyak. Kristus sungguh-sungguh adalah Anak lahir Allah, yang keluar dan datang dari Bapa sebelum semua diciptakan. Jika Allah mengharapkan kita untuk mempercayai sesuatu yang lain, maka Allah bukanlah guru yang pintar, sebab Dia tidak menerangkan maksudnya dengan jelas. Jika Allah ingin agar kita percaya sesuatu yang lain dari apa yang tertulis dalam ayat-ayat tersebut, maka Dia dengan sengaja telah membingungkan kita dengan memberikan banyak firman yang jelas-jelas mengatakan bahwa Kristus adalah benar-benar Anak lahir Allah satu-satunya, tanpa memberi sedikitpun penjelasan bahwa kita harus mengartikannya dengan cara lain yang tidak jelas tertulis. Tetapi “Allah bukan pencipta kebingungan, tetapi kedamaian.” (1 Korintus 13:33 - KJV).

Setiap penulis atau pembicara mengetahui bahwa ketika mereka menggunakan suatu kata atau suatu frase yang dapat dengan mudah disalahpahami, penjelasan-penjelasan selanjutnya perlu dilakukan untuk mencegah orang lain mengambil kesimpulan yang salah. Tetapi, sepanjang Perjanjian Baru, dimana Kristus sendiri berkata bahwa Dia adalah Anak lahir Allah, tidak ada satu bentuk koreksi maupun penjelasan tambahan yang mengatakan dengan akal sehat kita, bahwa kita tidak harus mengartikan perkataan Yesus itu sesuai dengan apa yang tertulis. Yesus berkata bahwa Dia adalah “Anak lahir yang tunggal Allah” (Yohanes 3:18 – KJV). Sehubungan dengan hal lain, tapi dalam prinsip yang sama, Dia berkata, “…Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu…” (Yohanes 14:2).


Anda mungkin berpikir, “Saya memang percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah.” Hal itu baik! Kamu mungkin juga berpikir, “Bukankah semua umat Kristen percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah?” Kita akan melihat fakta selanjutnya yang menyatakan bahwa sebagian besar dari mereka yang mengaku Kristen, sebenarnya tidak percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah dalam arti sesungguhnya.
 

Kematian Anak Allah


Keselamatan kita telah dicapai dengan kematian Anak Allah. “Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya…” (Roma 5:10). Perhatikan bahwa bukan kematian dari Anak manusia (hakikat kemanusiaan), tetapi kematian dari ke-Ilahian Anak Allahlah yang memperdamaikan kita dengan Allah. Kata-kata Paulus ini lebih besar artinya dari apa yang dapat kita pahami bila kita tidak membacanya dengan teliti. Allah sangat mengasihi kita, sehingga Dia mengirimkan Anak lahir-Nya yang tunggal ke dalam dunia ini untuk mati bagi orang-orang berdosa yang buruk seperti anda dan saya. Hal ini adalah lebih dari hanya sekedar kata-kata klise. Pemikiran yang terdapat dalam kata-kata ini mendemonstrasikan betapa besarnya pengorbanan yang telah dilakukan Allah bagi manusia. “Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?” (Roma 8:32). Jika Allah rela menyerahkan Anak-Nya sendiri bagi kita, itu adalah bukti yang jauh melampaui bayang-bayang keraguan kita, bahwa Dia rela memberikan semua yang dimiliki-Nya demi keuntungan kita, sebab Anak-Nya lebih berharga bagi-Nya daripada apapun juga yang ada di alam semesta ini. Bila saja kita mengerti apa yang terjadi di kayu salib, tak ada hal lain yang bakal mampu meluluhkan hati kita seperti kejadian itu.


Kesedihan yang luar biasa yang dialami Kristus di salib, digambarkan dalam ayat-ayat berikut: “Telah Kautaruh aku dalam liang kubur yang paling bawah, dalam kegelapan, dalam tempat yang dalam. Aku tertekan oleh panas murka-Mu, dan segala pecahan ombak-Mu Kautindihkan kepadaku. Sela.” (Mazmur 88:6-7). Kristus menderita kematian yang paling buruk yang belum pernah dialami seorangpun sebelumnya, dan tidak akan pernah dialami oleh siapapun juga. Memang ada yang mengalami siksa yang sama atau lebih buruk jika kita hanya membatasi derita itu secara keadaan fisik saja. Namun, kematian-Nya adalah yang terburuk yang pernah dialami siapapun sebab hal itu mengakibatkan Dia diputuskan dari hubungan erat-Nya dengan Bapa, mengakibatkan kesedihan yang tak terbayangkan oleh kita, dan hal itu tidak akan pernah dirasakan oleh orang lain selain Dia sendiri! Guncangan emosi Kristus akan terasa tak terkirakan jika kita menyadari hebatnya emosi Bapa yang tersinggung itu. Walaupun Dia tidak pernah berdosa, tetapi ada godaan untuk percaya bahwa Dia sedang menjalani kematian yang kekal mewakili anda dan saya. Tetapi Kristus telah membuat keputusan dengan suka rela bahwa walaupun memang Dia harus kehilangan hidup-Nya yang kakal untuk menyanggupkan kita hidup dengan Allah selamanya, Dia telah putuskan untuk rela melakukannya bagi kita.

 
Anak Allah itu kapan saja dapat berseruh kepada Bapa untuk membebaskan-Nya dari kematian terburuk itu. Tapi, walau Dia mengetahui kemungkinan terburuk sebagai akibat bagi diri-Nya sendiri, Dia tetap rela untuk menanggung akibat itu asalkan manusia dapat diselamatkan. Saat para tentara menangkap Kristus, Petrus berusaha untuk membela-Nya, tetapi Kristus menegurnya dengan berkata, “Atau kausangka, bahwa Aku tidak dapat berseru kepada Bapa-Ku, supaya Ia segera mengirim lebih dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku?” (Matius 26:53). Dia sudah bertekad untuk tidak menyerah, walaupun itu berarti Dia tidak akan hidup kembali. Dia telah memutuskan untuk menyerahkan seluruh kemauan-Nya kepada Bapa. “Kata-Nya: "Ya Abba, ya Bapa, tidak ada yang mustahil bagi-Mu, ambillah cawan ini dari pada-Ku, tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki.".” (Markus 14:36). Anak Allah itu “taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” (Filipi 2:8). Akhirnya, Dia berseruh dengan penuh kesesakan: “Eli, Eli, lama sabakhtani?” Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? (Matius 27:46). Anak Allah itu benar-benar menderita kematian karena dosa-dosa kita, saat semua dosa seluruh dunia dipundakkan pada-Nya (Lihat Yesaya 53:6 dan 1 Yohanes 2:2). Kematian itu bukan hanya pura-pura, Dia tidak sedang memainkan suatu peran kematian, tetapi Dia benar-benar mati.

Ada banyak orang yang mengatakan bahwa Kristus datang dari surga dan mendiami tubuh manusia, dan ketika Dia mati, hanya tubuh manusia-Nyalah yang mati, tapi makhluk ke-Ilahian-Nya yang dari surga itu tetap hidup. Jika hal itu benar, maka pandangan itu dapat disimpulkan bahwa pengorbanan Kristus tidak lebih dari pengorbanan seorang manusia saja. Betapapun agungnya kedudukan Anak Allah itu sebelumnya, betapapun mulianya, betapa besar atau kekalnya kuasa-Nya, jika hanya fisik seorang manusia saja yang mati, maka pengorbanan itu tidak lebih dari hanya sekedar pengorbanan seorang manusia. Adalah bertentangan dengan akal untuk mempercayai bahwa pengorbanan seorang manusia cukup untuk menebus semua umat manusia, dan tentu saja hal ini bertentangan dengan Kitab Suci, jikat kita mengatakan bahwa hanya setengah dari Kristus saja yang mati. Marilah kita menyimak alasan Alkitab mengapa pandangan ini bertentangan dengan apa yang tertulis:
 

Dalam buku Ibrani pasal satu, Paulus menggambarkan Kristus sebagai seorang makhluk yang sangat ditinggikan, seorang yang dilahirkan di dalam gambar wujud Bapa-Nya. Kemudian, dalam pasal dua, Paulus menerangkan mengapa Kristus perlu menjadi seorang manusia supaya Dia dapat menebus kita. Dalam pasal sembilan, Paulus menulis: “Tetapi Dia, yang untuk waktu yang singkat dibuat sedikit lebih rendah dari pada malaikat-malaikat, yaitu Yesus, kita lihat, yang oleh karena penderitaan maut, dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat, supaya oleh kasih karunia Allah Ia mengalami maut bagi semua manusia.” (Ibrani 2:9). Paulus menerangkan pentingnya mengapa Kristus harus menjadi seorang manusia, sedikit lebih rendah dari para malaikat, agar Dia dapat mati. Jadi, bukan agar hanya tubuh fisik manusianya dapat mati, tetapi agar Anak Allah yang Ilahi itu dapat mati. Ayat tersebut sama sekali tidak berarti apa-apa apabila Anak Allah itu sebenarnya tidak mati seluruhnya.

Fakta bahwa Kristus benar-benar mengalami kematian, dijelaskan lebih lanjut dalam ayat-ayat berikut: “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama.” (Filipi 2:5-9).

Ayat-ayat tersebut sangat jelas. Dalam ayat enam, makhluk yang sama, di dalam rupa yang sama dengan Allah-lah yang mati seperti disebutkan dalam ayat delapan. Yesus Kristus sendiri mengatakan dengan jelas kepada Yohanes bahwa Dia telah mati. Yesus berkata, “Aku adalah Dia Yang hidup, dan Yang telah mati; namun lihatlah, Aku hidup untuk selama-lamanya, Amin; dan memiliki segala kunci neraka dan kematian.” (Wahyu 1:18 0- KJV).

Dalam Yesaya 53, kita membaca peristiwa berikut: “Tetapi TUHAN berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan. Apabila ia menyerahkan dirinya sebagai korban penebus salah……. ia telah menyerahkan nyawanya ke dalam maut dan karena ia terhitung di antara pemberontak-pemberontak, sekalipun ia menanggung dosa banyak orang dan berdoa untuk pemberontak-pemberontak.” (Yesaya 53:10-12).


Sesuai dengan ayat-ayat tersebut, jiwa Kristus itu benar-benar mati dan Kristus menjadi korban penebusan dosa. Jiwa seorang makhluk, terdiri dari keseluruhan makhluk itu sendiri. Jika jiwa mati, maka seluruh keberadaan makhluk itu juga pasti mati. Jiwa merupakan sesuatu yang lebih dari sekedar bentuk fisik. Yesus berkata: “Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka.” (Matius 10:28).


Kita diberitahu oleh Alkitab bahwa jiwa Kristus terkubur. Pada hari Pantekosta Petrus berkata: “Karena itu ia telah melihat ke depan dan telah berbicara tentang kebangkitan Mesias, ketika ia mengatakan, bahwa Dia tidak ditinggalkan di dalam dunia orang mati, dan bahwa daging-Nya tidak mengalami kebinasaan.” (Kisah 2:31). Kata-kata “dunia orang mati atau neraka” dalam ayat ini, diterjemahkan dari kata Gerika hades. Dalam setiap kasus yang tertulis, kata ini berarti kubur. Jiwa Kristus beristirahat bersama dengan tubuh fisik-Nya di dalam kubur.

Roh Kristus menginspirasikan Daud ketika dia menulis tentang kematian Kristus: “Aku tertahan dan tidak dapat keluar.” (Mazmur 88:8). Kristus tertahan di dalam kubur, dan Dia tidak dapat keluar. Alkitab menulis lebih dari tiga puluh kali bahwa Allah Bapa, membangkitkan Kristus dari kematian. Paulus menulis bahwa dia adalah rasul, “bukan karena manusia, juga bukan oleh seorang manusia, melainkan oleh Yesus Kristus dan Allah, Bapa, yang telah membangkitkan Dia dari antara orang mati.” (Galatia 1:1).

Paulus juga menekankan dalam Efesus 1:19-20, bahwa “betapa hebat kuasa” Bapa yang dikerjakan-Nya di dalam Kristus ketika Dia “membangkitkan Dia dari antara orang mati.” Jika Kristus membangkitkan Diri-Nya sendiri dari kematian, seperti yang dipercayai oleh banyak orang, maka kata-kata Paulus tersebut tidak benar, sebab bukan kuasa Bapa, melainkan kuasa Kristuslah yang telah ditunjukkan di sini.

Tetapi Kristus tidak membangkitkan Diri-Nya sendiri dari kematian, sebab jika demikian maka Dia tidak pernah mati, dan dengan demikian maka kata-kata-Nya yang berikut menjadi salah: “Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri; Aku menghakimi sesuai dengan apa yang Aku dengar, dan penghakiman-Ku adil, sebab Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku.” (Yohanes 5:30). Saat Anak Allah itu beristirahat di dalam kubur, keadaan-Nya sama dengan kematian kita, yaitu tidak tahu apa-apa, dan pada hari itu juga lenyaplah maksud-maksudnya (Mazmur 146:4).

Tentang Kristus, kita membaca, “Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan.” (Ibrani 5:7). Kepada siapakah Kristus berdoa dengan ratap tangis dan keluhan? Apakah Dia berdoa kepada Diri-Nya sendiri? Tentu saja tidak! Dia sedang berdoa kepada Bapa-Nya, Satu-Satunya Yang dapat menyelamatkan-Nya dari kematian itu.

Adalah lmerupakan suatu olok-olokan apabila Kristus berseru dan meratap kepada Bapa untuk menyelamatkan-Nya dari kematian, jika Dia tidak dapat mati dan ternyata mampu menyelamatkan diri sendiri dari kematian itu! Teman-teman, Kristus benar-benar mati dan sepenuhnya hanya bergantung kepada Bapa untuk membangkitkan-Nya kembali. Seru-Nya: “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku." Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawa-Nya.” (Lukas 23:46), ini menandakan ketergantungan penuh akan keselamatan dari kematian-Nya kepada Bapa, dan juga menandakan kemauan-Nya untuk menyerahkan hidup kekal-Nya ke dalam tangan Bapa-Nya.

Adalah pengorbanan yang amat besar bagi Allah untuk menyerahkan Anak lahir satu-satunya bagi kita, namun Dia rela melakukannya. Jika saja ada cara lain untuk menebus umat manusia, Allah pasti akan memilih cara lain itu. Paulus menulis: “Aku tidak menolak kasih karunia Allah. Sebab sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus.” (Galatia 2:21). Penebusan hanya dapat datang kepada kita melalui “darah Yesus Kristus.” Jika penebusan itu dapat datang dengan cara yang lain, maka sia-sialah kematian Kristus itu.
 

Roh Kudus

Alkitab menulis tentang banyaknya roh. Ada roh manusia, roh binatang, roh jahat, dan lain-lain. Bahkan, setiap makhluk hidup pasti memiliki roh. Dalam kitab Ayub, kita membaca, “Tetapi roh yang di dalam manusia, dan nafas Yang Mahakuasa, itulah yang memberi kepadanya pengertian.” (Ayub 32:8). Dikatakan bahwa roh itulah yang memberi kemampuan untuk berpikir, mengerti, dan roh dapat dikecewakan dan sebagainya. Daud menulis, “Ketika rohku lemah lesu di dalam diriku…” (Mazmur 142:3-KJV). Yesaya menulis, “dengan roh di dalamku Aku akan mencari Engkau di waktu pagi” (Yesaya 26:9-KJV). Tentang Yesus, dikatakan, “Tetapi Yesus segera mengetahui dalam roh-Nya, bahwa mereka berpikir demikian, lalu Ia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu berpikir begitu dalam hatimu?” (Markus 2:8-KJV). Berdasarkan kesaksian ayat-ayat tersebut, dapat kita simpulkan bahwa roh manusia adalah bagian di mana manusia itu berpikir, sadar diri, dan bagian untuk mempertimbangkan sesuatu. Jadi, manusia memiliki roh. Apakah Allah juga memiliki Roh? Perhatikan bagaimana Paulus menyamakan roh manusia dengan Roh Allah dalam 1 Korintus 2:11: “Siapa gerangan di antara manusia yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri manusia selain roh manusia sendiri yang ada di dalam dia? Demikian pula tidak ada orang yang tahu apa yang terdapat di dalam diri Allah, selain Roh Allah.” Allah memiliki Roh, dan Roh-Nya itu adalah kudus, sebab Allah adalah kudus. Itulah sebabnya sering sekali Roh itu disebut Roh Kudus. Kata “Kudus” dalam setiap kasus, adalah kata sifat, baik dalam Bahasa Inggris atau dalam Bahasa Gerika. “Roh Kudus” bukan nama, tetapi keterangan tentang sifat dari Roh Allah.

Roh Kudus selalu disebut dengan “Roh Allah,” atau “Roh Kudus Allah” (Efesus 4:30). Seperti yang telah kita bicarakan sebelumnya, Allah Alkitab yang Esa itu adalah Bapa. Jadi, Roh Kudus adalah Roh dari Bapa. Inilah yang diajarkan Yesus dengan pasti ketika Dia berkata, “Karena bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Roh Bapamu; Dia yang akan berkata-kata di dalam kamu.” (Matius 10:20). Catatan Lukas tentang perkataan yang sama ini, dinyatakan sebagai berikut: “Sebab pada saat itu juga Roh Kudus akan mengajar kamu apa yang harus kamu katakan.” (Lukas 12:12). Jika kita membandingkan kedua ayat ini, kita dapati bahwa “Roh Bapamu” digunakan secara bergantian dengan “Roh Kudus.” Maka Roh Kudus itu adalah sama dengan Roh Bapa.

Yesus berkata bahwa Roh Kudus itu “keluar dari Bapa.” (Yohanes 15:26). Roh Kudus adalah Roh Bapa, dan Dia mengirimkan Roh-Nya melalui Anak-Nya; Yesus Kristus. Paulus mengekspresikan hal ini dengan cara berikut: “Bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya Dia telah menyelamatkan kita, oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan oleh Roh Kudus, yang dicurahkan-Nya dengan limpah kepada kita melalui Yesus Kristus, Juruselamat kita.” (Titus 3:5-6-KJV). Dalam proses ini, kita mendapat keuntungan tambahan dengan menerima Roh Kristus, yang dalam segala sesuatu “telah dicobai sama seperti kita,” dan pasti sanggup menolong kita saat kita dicobai.” (Ibrani 4:15; 2:18). Kita dapati kebenaran yang sama ini juga dinyatakan di dalam buku Galatia 4:6: “Dan karena kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang berseru: "ya Abba, ya Bapa!” Saat kita menerima pemberian Roh Kudus, kita menerima keduanya yaitu, Roh Bapa dan Roh Kristus (Roma 8:9-11), dan bukan makhluk lain yang berbeda dan terpisah dari Bapa dan Anak-Nya.


Bersambung…

 Yolanda Kalalo-Lawton
agapekasih.org
13 Juni 2020